Ayat Today

Dunia Ekonomi Islam dan Prodi STEI Tazkia (versi matrikulasi '10)

Ekonomi dan perbankan syariah menjadi sangat fenomenal sejak tiga dasawarsa terakhir. Puncaknya, ketika krisis keuangan global melanda dunia (2008-2009), para pelaku ekonomi kapitalis
mulai terbuka untuk mencari alternatif solusi dari permasalahan ekonomi yang tidak pernah berakhir. Bahkan, Vatikan dalam salah satu headline-nya di surat kabar menyerukan kepada seluruh pelaku keuangan dunia untuk melihat penerapan ekonomi dan keuangan Islam sebagai solusi dari masalah ekonomi dan keuangan saat ini.
Perkembangan perbankan syariah sebagai salah satu bentuk perwujudan ekonomi Islam semakin hari semakin meluas. Dimulai dari didirikannya bank Mit Ghamr (1963) oleh dr. Ahmad Najr yang merupakan cikal bakal bank syariah modern, dilanjutkan oleh pendirian IDB, Dubai Islamic Bank, Tabung Haji (malaysia), Bank Muamalat Indonesia, hingga saat ini bank syariah didirikan pula di banyak negara-negara non muslim seperti inggris, Hongkong, Singapore, Thailand, China, Jepang, dan negara lainnya.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi Islam, maka sangat dibutuhkan pula SDM yang berkompeten dalam bidang ekonomi Islam. Namun, faktanya ilmu pengetahuan ekonomi dan perbankan syariah saat ini merupakan ilmu yang langka dan mahal karena yang menguasainya masih sangat sedikit , sementara permintaan pasar terhadap para ahli dan SDM bank syariah sangat besar. Di Indonesia dibutuhkan + 60.000 tenaga kerja berlatar belakang lulusan ekonomi syariah untuk mengisi posisi di bank-bank syariah. Sementara sekolah-sekolah tinggi berbasis ekonomi syariah hanya dapat mengalumnikan 1000 lulusan pertahun.
Berdasarkan berbagai pelatihan tentang lembaga keuangan syariah yang diikuti oleh baik dari kalangan praktisi, ulama, akademisi maupun penentu kebijakan serta diskusi dengan industri keuangan syariah diperoleh suatu kesimpulan penting bahwa untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya insani, tidak cukup mengandalkan pada praktisi dan alumni pendidikan umum yang mendapatkan sedikit training dan pembekalan tentang syariah, tetapi diperlukan sumberdaya insani yang sejak awal disiapkan untuk memenuhi kebutuhan industri keuangan syariah tersebut. Sumber daya yang dimaksud harus menguasai dua sisi pengetahuan secara seimbang yaitu dasar pengetahuan konvensioanal dan pemahaman tentang syariah.
Mengingat hal ini, maka tak heran jika di beberapa institusi pendidikan mulai mendirikan sekolah-sekolah tinggi berbasis Ekonomi Islam. Salah satunya adalah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia yang berdiri pada tahun 2000. Terdapat tiga program studi (prodi) yang ditawarkan oleh STEI Tazkia: diantaranya Ekonomi Islam, Manajemen Islam, dan Akuntansi Islam. selain prodi Matrikulasi (persiapan dan pematangan religi) yang diprogramkan kepada seluruh mahasiswa/i di tahun pertama (semester 1 dan 2). Seusai dari program Matrikulasi, mahasiswa/i diharuskan memilih salah satu dari tiga prodi yang ditawarkan.
Namun, dari ketiga prodi tersebut Ekonomi Islam menjadi satu-satunya prodi yang belum mendapatkan akreditasi sampai saat ini. Berkaca kepada hal tersebut mayoritas dari mahasiswa/i Matrikulasi lebih memilih kepada prodi yang sudah ‘terakreditasi’ yaitu Manjemen dan Akuntansi. Hal ini ditinjau dari hasil poling penjurusan yang dilakukan beberapa waktu lalu, banyak dari korespondensi yang beranggapan bahwa ‘akreditasi’ adalah suatu hal yang cukup berpengaruh untuk pemantapan karir setelah lulus. Di lain sisi menurut mereka yang memilih Ekonomi Islam sebagai prodi yang akan diambil mengatakan, bahwa belajar itu tidak memandang kepada akreditasi. Oleh sebab itu sebagian mahasiswa/i beranggapan bahwa :
Tanpa Akreditasi, EI Kurang Diminati
Klasifikasi jurusan di STEI Tazkia ternyata cukup menarik perhatian mahasiswa/i Matrikulasi. Keharusan untuk menentukan salah satu dari tiga program studi (prodi) di semester tiga membuat mereka sering mengonsultasikannya hampir kepada semua orang; dosen, kakak kelas dan sesama teman. Menurut hasil poling yang disebarkan pada kamis (28/04), Ekonomi Islam (EI) mendapat porsi yang paling sedikit dari pada prodi Akuntansi Islam dan Manajeman Islam.
Dari 223 jumlah mahasiswa/i matrikulasi, sebanyak 217 koresponden yang ikut berpartisipasi dalam poling ini dan enam orang yang absen. Berikut hasil poling yang telah dilaksanakan, Manajemen mendapat jumlah peminat 51.57 %, Akuntansi 34.53 %, EI 11.21 % dan yang masih belum menentukan pilihannya sebanyak 2.69 %.
 

Faktor utama penyebab sedikitnya peminat EI adalah belum adanya akreditasi, hal ini menjadikan mahasiswa/i beranggapan bahwa prospek karir setelah lulus dari STEI Tazkia tidak begitu menjanjikan, hal ini berdasarkan oleh alasan-alasan yang diberikan dalam pernyataan poling. Walaupun demikian, mahasiswa/i yang memilih EI tidak terlalu menghiraukan akreditasi yang sampai saat ini masih diusahakan oleh manajamen STEI Tazkia keberadaannya.
Bagi mereka akreditasi bukanlah suatu jaminan yang tepat untuk pencapaian suatu pendidikan di perguruan tinggi. Seperti pendapat yang dilontarkan oleh Hikmatul Aliyah, Mahasiswi Matrikulasi asal Cibinong yang bertujuan untuk mengambil jurusan Ekonomi Islam pada semester tiga nanti. Menurutnya, cikal bakal, khususnya yang ada di STEI Tazkia ini adalah Ekonomi Islam. Karena jurusan yang satu inilah yang membedakan STEI Tazkia dengan universitas yang lainnya, maka dari itu saya mengambil jurusan ini. Begitupun menurut Bazari Azhar, menurutnya akreditasi itu tidak memberikan pengaruh apa-apa, yang terpenting kita mau belajar atau tidak. Sedangkan menurut Aryo Putra Hendrawan, mahasiswa asal Bekasi yang berencana mengambil jurusan Bisnis Manajemen Islam (BMI), ia lebih memilih BMI karena kurang berminat terhadap jurusan Ekonomi Islam.

Leave a Reply